Sabtu, 29 November 2014

Laporan kunjungan Pure Aditya Jaya Rawa Mangun Daenuri

LAPORAN KUNJUNGAN
PURA ADITYA JAYA RAWAMANGUN
Resuman ini disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Hinduisme

Dosen pengajar :
Syaiful Azmi, M.A



Oleh:
Ahmad Daenuri  (1113032100013)
PRODI PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014



A.    Pendahuluan
Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan jurusan yang selalu mengedepankan sikap toleransi terhadap agama-agama lain. Salah satu contoh dari sikap toleran itu, jurusan Perbandingan Agama UIN Jakarta selalu mengadakan kunjungan ke berbagai tempat peribadatan agama-agama lain, sebut saja misalnya greja, pure, wihara dan lainnya.  tempat yang sering dikunjungi adalah gereja yang ada di sekitar wilayah Jakarta. Namun untuk kesempatan kali ini tepatnya pada tanggal 3 November 2014 kami beserta dosen pembimbing Mata Kuliah Hinduisme mengadakan kunjungan ke Pure Aditya Jaya yang berada di kawasan Rawamangun Jakarta. Kunjungan ini tidak begitu formal dan juga tidak melibatkan banyak pihak, karena kunjungan kami kali ini hanya untuk memenuhi tugas mata kuliah Hinduisme disamping mencari pengalaman dan informasi yang berhubungan dengan mata kuliah yang kami pelajari. Dan juga tujuan  kami yang paling bermakna adalah bagaimana kami mampu menanamkan sikap toleransi terhadap agama-agama lain, sehingga tidak ada rasa untuk memusuhi, menghina bahkan mendzolimi penganutnya. Memang sulit rasanya untuk menanamkan sikap seperti itu jika hanya berkoar-koar di dalam kelas tanpa mengadakan kunjungan lansung ke tempat peribadatan mereka.
Dalam kunjungan tersebut kami mendapatkan informasi seputar tentang sejarah berdirinya pure dan sebagian ajaran-ajaran mereka, informasi yang telah kami peroleh akan kami tuangkan dalam tulisan ini. Mudah-mudahan tulisan di bawah ini bermanfaat terutama bagi saya sendiri dan umumnya bagi pembaca.




B.     Pembahasan
a)      Sejarah Pure Aditya Jaya Rawamangun
Pure Aditya Jaya Rawamangun berdiri atas gagasan orang-orang hindu yang keberadaannya sangat berpengaruh saat itu. Awalnya kiprah dari Suka Duka Hindu Dharma (SDHD) -­­­yang sebelumnya disebut Suka Duka Hindu Bali (SDHB)- baru terbatas pada perayaan hari-hari suci keagamaan, seperti hari raya Galungan dan Kuningan, namun cita-cita mereka untuk mendirikan sebuah pure mulai dipertegas dengan mendirikan yayasan yang husus untuk maksud pembangunan pure. Yayasan itu bernama Yayasan Pitha Maha. Dengan kegigihan para pengurus akhirnya sedikit demi sedikit dana untuk pembangunan pure terkumpul, walaupun belum mencapai target yang ditentukan pembangunan pure harus tetap dimulai dan dilaksanakan, sehingga pembangunan pure tersebut dapat  diklasifikasikan menjadi tujuh tahapan.

            Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan Pura Adhitya Jaya Rawamangun dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kemampuan sarana pendukung (dana) yang ada. Jika dilihat dari bangunan phisik yang berhasil diwujudkan dalam pembangunan tersebut, maka pentahapan tersebut dapat diklasifikasikan atas tujuh tahapan yaitu: Tahap Pertama dimulai tahun 1972, yang berhasil dibangun adalah Padmasana, Griya Pedanda (belum permanen), Penglurah, Wantilan di Jaba Tengah namun dalam wujud sederhana berupa, bedeng. Tahap Kedua dilanjutkan lagi pada tahun 1976, dengan membangun Kuri Agung, Penyengker Jeroan dengan tembok sederhana, Renovasi Wantilan di Jaba Tengah, Taman Sari dalam wujud sederhana. Tahap Ketiga dilanjutkan tahun 1985, dengan memulai pembangunan wantilan besar di Jaba, walau belum selesai pada tahun itu. Tahap Keempat dimulai talun 1988. Yang berhasil dibangun adalah Wantilan Besar (melanjutkan pembangunan tahun 1985), Bale Kulkul, Candi Bentar di sebelah Bale Kulkul, Griya Pedanda (permanen), Bale Bengong di sebelah Griya Pedanda. Tahap Kelima dilanjutkan tahun 1995, dengan membangun Wantilan permanen di Jaba Tengah, Ruang Pasraman/Kuliah (di sebelah wantilan besar di Jabaan). Tahap Keenam adalah tahun 1996 dengan membuat jalan aspal, Candi Bentar di Jaba Sisi (menghadap kejalan by pass), Candi Bentar di belakang (di ujung Jalan Daksinapati Raya), Renovasi Penyengker Mandala Utama (Jeroan). Tahap Ketujuh tahun 1997 dengan membangun Penyengker di Jaba Sisi yang menghadap ke jalan by pass.
Demikianlah pentahapan pembangunan Pura Adhitya Jaya Rawamangun.

b)      Karma Phala dalam Agama Hindu
Karmaphala atau karmapala adalah salah satu dari lima keyakinan (Panca Sradha) dari Agama Hindu agama Dharma. Berakar dari dua kata yaitu karma dan phala. Karma berarti "perbuatan", "aksi", dan phala berarti "buah", "hasil". Karmaphala berarti "buah dari perbuatan", baik yang telah dilakukan maupun yang akan dilakukan.
Karmaphala memberi optimisme kepada setiap manusia, bahkan semua makhluk hidup. Dalam ajaran ini, semua perbuatan akan mendatangkan hasil. Apapun yang kita perbuat, seperti itulah hasil yang akan kita terima. Yang menerima adalah yang berbuat, dan efeknya kepada orang lain. Karma Phala adalah sebuah Hukum kausalitas bahwa setiap perbuatan akan mendatangkan hasil. Dalam konsep Hindu, berbuat itu terdiri atas: perbuatan melalui pikiran, perbuatan melalui perkataan, dan perbuatan melalui tingkah laku, Ketiganya lah yang akan mendatangkan hasil bagi yang berbuat.Kalau perbuatannya baik, hasilnya pasti baik, demikian pula sebaliknya.
Karma Phala terbagi atas tiga, yaitu:
1.  Sancita Karma Phala (Phala/Hasil yang diterima pada kehidupan sekarang atas perbuatannya di kehidupan sebelumnya)
2.    Prarabdha Karma Phala (Karma/Perbuatan yang dilakukan pada kehikupan saat ini  dan Phalanya akan diterima pada kehidupan saat ini juga)
3.    Kryamana Karma Phala (Karma/Perbuatan yang dilakukan pada kehidupan saat   ini, namun Phalanya akan dinikmati pada kehidupan yang akan datang)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda