Sabtu, 29 November 2014

laporan kunjungan pura aditya jaya M.mubasir



LAPORAN KUNJUNGAN
PURA ADITYA JAYA RAWAMANGUN
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Hinduisme


Dosen pengajar :
Syaiful Azmi, M.A

Oleh:
M.Mubasyir (1113032100024)
PRODI PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014




A.    Pengertian Pura (tempat suci umat Hindu)
Pura seperti halnya meru atau candi (dalam pengertian peninggalan purbakala kini di Jawa) merupakan simbol dari kosmos atau alam sorga (kahyangan), seperti pula diungkapkan oleh Dr. Soekmono (1974: 242) pada akhir kesimpulan disertasinya yang menyatakan bahwa candi bukanlah sebagai makam, maka terbukalah suatu perspektif baru yang menempatkan candi dalam kedudukan yang semestinya (sebagai tempat pemujaan/pura). Secara sinkronis candi tidak lagi terpencil dari hasil-hasil seni bangunan lainnya yang sejenis dan sejaman, dan secara diakronis candi tidak lagi berdiri di luar garis rangkaian sejarah kebudayaan Indonesia. Kesimpulan Soekmono ini tentunya telah menghapus pandangan yang keliru selama ini yang memandang bahwa candi di Jawa ataupun pura di Bali sebagai tempat pemakaman para raja, melainkan sebagian pura di Bali adalah tempat suci untuk memuja leluhur yang sangat berjasa yang kini umum disebut padharman. Untuk mendukung bahwa pura atau tempat pemujaan adalah replika kahyangan dapat dilihat dari bentuk (struktur), relief, gambar dan ornament dari sebuah pura atau candi. Pada bangunan suci seperti candi di Jawa kita menyaksikan semua gambar, relief atau hiasannya menggambarkan mahluk-mahluk sorga, seperti arca-arca devatà, vahana devatà, pohon-pohon sorga (parijata, dan lain-lain), juga mahluk-mahluk suci seperti Vidàdhara-Vidyàdharì dan Kinara-Kinarì, yakni seniman sorga, dan lain-lain.
Sorga atau kahyangan digambarkan berada di puncak gunung Mahameru, oleh karena itu gambaran candi atau pura merupakan replika dari gunung Mahameru tersebut. penelitian Soekmono maupun tulisan Drs. Sudiman tentang candi Lorojongrang (1969: 26) memperkuat keyakinan ini.
(Pura dibangun untuk memohon kehadiran Sang Hyang Úiva dan Úakti dan Kekuatan/Prinsip Dasar dan segala Menifestasi atau Wujud-Nya, dari element hakekat yang pokok, Påthivì sampai kepada Úakti-Nya. Wujud konkrit (materi) Sang Hyang Úiva merupakan sthana Sang Hyang Vidhi. Hendaknya seseorang melakukan permenungan dan memuja-Nya)
Istilah pura dengan pengertian sebagai tempat pemujaan bagi masyarakat Hindu khususnya di Bali, tampaknya berasal dari zaman yang tidak begitu tua. Pada mulanya istilah pura yang berasal dari kata Sanskerta itu berarti kota atau benteng yang sekarang berubah arti menjadi tempat pemujaan Hyang Widhi. Sebelum dipergunakannya kata pura untuk menamai tempat suci / tempat pemujaan dipergunakanlah kata kahyangan atau hyang. Pada zaman Bali Kuna dan merupakan data tertua ditemui di Bali, disebutkan di dalam prasasti Sukawana A I tahun 882 M (Goris, 1964: 56).




a.       Pura Hindu Dharma Aditya Jaya Rawamangun
       Pura ini dibangun pertama kali di jakarta. Lokasi pura ini sangatlah strategis yang berada di sebelah lintasan tol cawang tanjung priok disana juga disediakan pendidikan agama bagi anak-anak yang beragama hindu mulai dari SD-SMP dan SMA.
       Sejarah didirikannya Pure Aditya Jaya ini tidak lepas dari perjuangan umat hindu. Persiden pertama kali Ir. Soekarno menyambut baik ide tentang didirikanya pure di DKI Jakarta. Dan persiden Soekarno menawarkan tanah di lapangan banteng, akan tetapi umat hindu tidak mau dan batal didirikanya pure di lapangan banteng, dan pada tahun 1962-an Soekarno kembali menawarkan lokasi baru di Ancol. Akan tetapi umat Hindu keberatan karena lokasi tersebut tanahnya berlumpur dan berbau anyir.
       Dan pada saat itu umat hindu yang ada di Jakarta sangat cemas mereka berharap dengan cepat memperoleh lokasi yang akan dibangun pura untuk ibadah. Pada saat itu Ir. Sutami menteri pekerjaan umum dan dikenal sangat dekat dengan soekarno. Menawarkan lokasi di daerah jakarta timur lebih tepatnya daerah rawa mangun dekat lapangan Golf.
       Dibarengi dengan ucapan rasa syukur kepada Tuhan yayasan pitha Matha dan seluruh pemeluk agama hindu yang ada di Jakarta. Lokasi tersebut sangat tepat untuk membangun pure yang pada saat ini berdiri megah yang dinamai dengan pure ADITYA JAYA dan dijadikan sebagai tempat ibadah oleh seluruh agama Hindu yang ada di jakarta. Pemberian izin menteri PU dan dengan dukungan oleh gubernur DKI Jakarta. Maka pure tersebut resmi sebagai tempat ibadah para pemeluk agama hindu.
       Pura aditya Jaya dibangun dalam tujuh tahapan. Yang pertama dimulai pada tahun 1972 dan pada tahap akhir dilakukan pada tahun 1997  area pura aditya jaya dibilang sangatlah luas disitu terdapat sebuah bangunan dan ornamen khas bali dan di sekelilingnya terdapat pohon-pohon yang hijau.
b.      Asal usul agama Hindu
       Agama hindu timbul dari dua arus utama yakni bangsa dravida dan banga arya. Agama hindu ini pada awalnyya berasal dari india. Tempat suci agama Hindu yaitu pure, mendil dan penalaran. orang yang di sembah atau disucikan yaitu maha resi, siwa, pegawan wiasa. Dan dalam agama hindu itu penerima wahyu tidaklah hanya satu orang tetapi banyak yang menerima wahyu.
c.       Kitab suci Agama hindu
       Agama hindu mempunyai kitab suci yaitu weda, weda berasal dari kata vid yang artinya pengetahuan. Kitab weda ini ditulis pada tahun 6000 sm akan tetapi ini menurut para sarjana. Ada juga yang mengatakan bahwa kitab weda ini ditulis sekitar tahun 5000 sm. Oleh karena itu sampai sekarang belum pasti kapan kitab weda itu di tulis. Kitab weda ini berisi tentang mantra-mantra, pujian-pujian.
            Pokok-pokok keimanan dalam agama hindu dapat dibagi dalam 5 (lima) bagian yang disebut panca sraddha, yang terdiri dari:
1)        Percaya terhadap adanya brahman (sang hyang widhi)
       Sang hyang widhi ialah ia yang kuasa atas segala yang ada di alam ini. Tidak ada yang luput dari klemaha kuasaan-Nya.
2)        Percaya terhadap atman
       Atman adalah percikan kecil dari paratman, atman yang tertinggi atau brahman. Bila atman meninggalkan badan, maka makhluk itu akan mati. Atman yang menghidupi badan disebut jiwatman. Jiwatman dapat dapat dipengaruhi oleh karma. Karena itu atman tidak akan selalu kembali ke asalnya, yaitu paratman. Menurut ajaran agama hindu, jiwatman seseorang yang meninggal dunia dapat mencapai surga atau jatuh ke neraka.
3)        Percaya terhadap  hukum karmaphala
       Salah satu dari Panca Srada ( Enam Kepercayaan Agama Hindu) di antaranya adalah hukum karma phala dimana hukum karma phala ini merupakan filsafat yang yang mengandung etika yang artinya Bahwa Umat Agama Hindu percaya akan hasil dalam suatu perbuatan. Dalam Sarasamuscaya seloka 17 disebutkan :
“Segala orang, baik golongan rendah, menengah, atau tinggi, selama kerja menjadi kesenangan hatinya, niscaya tercapailah segala yang diusahakan akan memperolehnya.”
Dalam kitab suci Bradh Aranyaka Upanisad di katakana : Hukum diartikan sama dengan “ kebenaran “.
       Hukum adalah ketentuan – ketentuan atau peraturan – peraturan yang harus diatasi oleh sekelompok manusia, serta memberikan hukuman /ancaman terhadap seseorang yang melanggarnya baik itu berupa hukuman denda baik itu disebut orang dursila (penghianatan) oleh kelompok orang – orang tertentu di dalam masyarakat.
Karma berasal dari bahasa Sansekerta dari urat kata “Kr” yang berarti membuat atau berbuat, maka dapat disimpulkan bahwa karmapala berarti Perbuatan atau tingkah laku.
Phala yang berarti buah atau hasil.
Jadi Hukum Karma Phala adalah hukum sebab akibat, Hukum aksi reaksi, hukum usaha dan hasil atau nasib. Hukum ini berlaku untuk alam semesta, binatang, tumbuh tumbuhan dan manusia. Jika hukum itu ditunjukan kepada manusia maka disebut dengan hukum karma dan jika kepada alam semesta disebut hukum Rta. Hukum inilah yang mengatur kelangsungan hidup, gerak serta perputaran alam semesta.
       Kegiatan manusia yang disebut perbuatan dan merupakan aktifitas badaniah dan batiniah ini disebut karma. Jadi karena manusia itu bergerak maka terjadi karma. Dan adanya karma itu menyebabkan adanya hasil perbuatan yang disebut kharmaphala. Perbuatan yang baik menyebabkan phala yang baik pula, begitu juga sebaliknya.

Sifat-Sifat Hukum Karma :
  • Hukum karma itu bersifat abadi : Maksudnya sudah ada sejak mulai penciptaan alam semesta ini dan tetap berlaku sampai alam semesta ini mengalami pralaya (kiamat).
  • Hukum karma bersifat universal : Artinya berlaku bukan untuk manusia tetapi juga untuk mahluk-mahluk seisi alam semesta.
  • Hukum karma berlaku sejak jaman pertama penciptaan, jaman sekarang, jaman yang akan datang.
  • Hukum karma itu sangat sempurna, adil, tidak, ada yang dapat menghindarinya.
  • Hukum karma tidak ada pengecualuan terhadap suapapun, bahkan bagi Sri Rama yang sebagai titisan Wisnu tidak mau merubah adanya keberadaan hokum karma itu.
Dari kesemua itu setiap perbuatan seseorang itu akan mendapatkan akibat dari sebab yang dia lakukan baik ataupun buruk. Yang mana  perbuatannya itu tertanam dari sifat tama rajas dan lain sebagainya. Yang mana tercampur oleh prakerti seseorang.
Ketika perbuatannya itu belum mendapat hasilnya, maka jiwanya itu mengalami REINGKARNASI untuk dia mendapatkan Moska yang mana bersatunya Atman dengan Brahman.

Adapun balasan balasan itu tidak semuanya langsung.
a.       Prarabda yaitu: seorang yang melakukan perbuatan langsung mendapat balasan pada saat itu juga.
b.      Kriyamana karma yaitu: seorang tidak mendapat balasan apa yang dilakukanya sampai ia sudah mati.
c.       Sancite karma yaitu: seorang mendapat balasan ini  akan di peroleh pada kelahiran yang akan datang.

4)        Percaya terhadap adanya punarbawa
       Jieatman atau roh tidak selamanya berada di surga atau neraka, ia akan lahir kembali ke dunia. Kelahiran kembali ini disebut punarbawa atau samsara, lingkaran kelahiran. Bagaimana kelahirannya kembali akan tergantung dari karmawasana (bekas-bekas perbuatan) terdahulu. Kelahiran kembali ini adalah kesempatan untuk memperbaiki diri dari segala dosa yang telah diperbuat pada kehidupan yang terdahulu.
5)        Percaya terhadap adanya moksa
       Bila seorang berhasil lepas dari ikatan dunia ia akan mencapai moksa. Moksa artinya kelepasan. Inilah tujuan akhir pemeluk agama hindu. Orang yang telah mencapai moksa tidak lahir lagi ke dunia, karena tidak ada apapun yang mengikatnya, ia telah bersatu dengan paratman, atman yang tertinggiatau sang hyang widhi.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda