Senin, 24 November 2014

Muhammad Haikal Rahmatullah

RESUME STUDI LAPANGAN DI PURA ADITYA JAYA
Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Hinduisme
Dosen pembimbing : Syaiful Azmi, M.A


disusun oleh :
Muhammad Haikal Rahmatullah
1110032100011



PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Pendahuluan
Tulisan ini merupakan hasil studi lapangan di Pura Aditya Jaya, yang bertujuan untuk memperkaya wawasan serta mengenal lebih dekat karakter agama Hindu baik dari segi fisik maupun metafisik, dengan bertambahnya wawasan keilmuan diharapkan akan muncul kesadaran akan pentingnya toleransi antar umat beragama, karena perbedaan bukanlah sesuatu yang harus dipertentangkan melainkan sebuah keharmonisan

Resume Studi Lapangan
Setelah melaksanakan studi lapangan pada tanggal 10 November 2014 di Pura Aditya Jaya yang beralamat di Jl. Daksinapati Raya no. 10, Rawamangun, Jakarta Timur banyak sekali ilmu yang dipelajari disana, selain teori kita juga bisa mengenal lebih dalam tentang agama Hindu dengan cara bertemu langsung para penganun agamanya, menyaksikan upacara kagaaman serta menambah wawasan tentang bangunan-bangunan khas Hindu.

Pertama kali mengunjungi pura saya bertemu dengan Bapak Wayang, beliau adalah Pamangku di pura itu, Pamangku merupakan istilah yang diberikan kepada seorang rohaniawan Hindu tingkat Eka Jati yang tergolong sebagai Pinandita[1]. Bersama beliau saya dipandu untuk mengenal agama hindu lebih dalam.
Diawali dari pintu masuk pura saya di anjur kan untuk menggunakan seikat kain yang berwarna kuning (selendang), Selain itu juga dipercikan air suci pemberkatan, menurutnya tahapan ini dianjurkan bagi siapa saja yang akan memasuki tempat pura. Jika di analogikan kedalam agama Islam, etika seperti ini mirip seperti berwudhu, dimana seseorang terlebih dahulu harus mensucikan dulu dirinya sebelum beribadah atau sembahyang. Setelah proses ini selesai barulah saya di ajak untuk memasuki area Pura  Menurutnya semua Pura pada dasarnya memiliki 3 area yang berbeda diantaranya :
1.      Mandala Utame (utama)
Mandala Utama diperuntukan sebagai tempat sembahyang oleh para penganut agama hindu, baik sembahyang pribadi, upacara hari besar maupun upacara lainnya.
2.      Mandala Madye (Madya/tengah)
Mandala Madya diperuntukan sebagai tempat mempersiapkan segala sesuatu untuk upacara, seperti menggunakan kain (selendang) yang diikatkan di pinggang.
3.      Mandala luar
Mandala Luar merupakan area yang diawali pintu masuk pura hingga mandala madya biasa digunakan
Ketika saya memasuki wilaha mandala utama disitu terdapat hal yang menarik yang perlu dibahas diantaranya ada barisan keramik yang berjajar rapih yang didepannya diselingi alasan tanah dan sebuah bangunan yang besar yang tingginya kurang lebih 5-7 M yang biasa disebut Padmasane atau “Padmasana”.
·         Barisan Keramik : berfungsi sebagai tempat untuk beribadah para pemeluk agama hindu terutama dalam uapacara besar agar terlihat lebih rapih dan mempermudah pamangku untuk memberikan air pembekatan, dalam tradisi islam mungkin dapat diibaratkan seperti shaff shalat.

Barisan Keramik yang tersusun rapi sebagai alas Sembahyang

·         Hamparan Tanah di depan keramik : biasanya difungsikan sebagai tempat penyimpanan sesajian yang dibawa saat sembahyang seperti : Bunga dan Dupa, adapun bunga yang digunakan adalah bunga yang bagus, tidak boleh layu, boleh memetik langsung dari tangkainya asalkan jangan bunga yang diambil dari pemakaman atau kuburan dan juga bunga yang sudah jatuh ketanah, hal ini melambangkan penghormatan serta kebaikan untuk para dewa. Selain daripada itu ada pula sesajian yang terdiri dari buah-buahan dan ketupat keci.
·         Padmasana ; merupakan bangunan yang dipercaya sebagai arah peribadatan, atau dengan kata lain kiblan sembahyang para penganut Hindu. Adapun Padmasana yang ada di Pura Aditya Jaya di atasnya terlihat seperti patung bayi yang tidak menggunakan pakaian, dan berwarna keemasan. Symbol ini dipercaya sebagai kemaha sucian dan kebesaran Tuhan.

Tampak Padmasana di belakang kami

Selain daripada itu saya berdiskusi banyak tentang hindu bersama pamangku disana, khususnya tentang gelah pamangku itu sendiri, jika dilihat secara horizontal pamangku bias dikatakan lebih dekat dengan ustad atau kiyai, atau pendeta mereka yang mengabdikan dirinya untuk agama, namun cukup berbeda dengan Hindu Pamangku harus menetap di pura dan mengatur jalannya upacara keagamaan, terlebih untuk menjadi seorang pamangku mereka harus siah mengikrarkan sebuah janji suci atau Sumpah kepada para dewa. Dalam hal cara berpakaian mereka yang biasa disebut pamangku harus menggunakan baju putih dan ikat kepala yang tertutup mirip seperti blankon namun berbeda tekstur dan warna.

Kunjungan ini sebenarnya terbilang terlambat karena satu hari sebelumnya baru saja diadakan upacara keagamaan, maka tidak heran ketika saya berkunjung kesana yang terlihat hanyalah sisa sisa upacara keagamaan Hindu kemarin, namun dengan kerendahan hati dan lapang dada pamangku mencoba menjelaskan apa yang terjadi saat upacara berjalan. Disana kami menemukan beberapa bangunan, aksesoris, dan symbol-simbol yang masih terpajang tepatnya di area mandala utama berikut penjelasannya :
·         Bale Pawedan : merupakan  tempat suinggih (duduk) untuk para pemimpin upacara keagamaan, berbeda dengan Pamangku.

Bale Pawedaan (Bangunan di Samping Kanan)

·         Bale Papelik : merupakan tempat untuk menyimpan sesajian dari para penganut hindu yang sembahyang


·         Bale Gong : tempat untuk menyimpan dan memainkan alat music Gong sebagai pengiring upacara keagamaan, namun biasa juga digunakan sebagai tempat duduk untuk sembahyang oleh para pemeluk agama Hindu apabila cuaca hujan


·         Kincir atau kolecer : dibuat secara ganjil minimal 7 untuk mengiringi upacara keagamaan


Menurut pamangku Hindu merupakan agama monoteis yang percaya pada satu Tuhan, dialah tuhan segalanya, sedangkan dewa merupakan sebagai manifestasinya, banyaknya dewa bukan indikasi dari banyaknya tuhan. Para penganutnya sendiri percaya Tuhan mereka satu dan tujuan hidup mereka adalah kelepasan atau bersatunya diri dengan tuhan dengan kata lain disebut dengan Moksa, hal yang perlu dilaksanakan untuk mencapai Moksa tersebut menurutnya adalah dengan cara berprilaku baik kepada semua baik kepada manusia, hewan, tumbuhan bahkan terhadap tuhan sendiri, karena dengan cara itulah orang akan mencapai Moksa dan terbebas dari reinkarnasi (kelahiran kembali) yang disebabkan oleh amalan yang buruk.

Selain menjelajahi Pura, pamangku memberi kesempatan kepada saya untuk melihat-melihat sekeliling area pura tentu dengan penjelasan beliau, ternyada di dekat area Pura ada Yayasan Dharma Nusantara yang menaungi Sekolah Tinggi Agama Hindu, selain itu tampak juga Taman Kanak-kanak yang bangunannya pun tidak luput dari gaya arsitek Hindu, adapun kantor kepengurusan Parisada Hindu Dharma Indonesia terletak di samping kanan pintu masuk Pura. Berikut adalah gambar hasil potretan ketika studi lapangan :



Begitulah hasil dari kunjungan tempat ibadah agama Hindu di Pura Aditya Jaya, banyak hal yang masih perlu digali tentang agama Hindu, mulai dari aspek sejarah, theology serta sosiologinya, semoga resume ini dapat menjadi bahan pembuka wawasan keagamaan demi terwujudnya rasa toleransi antar umat beragama.

Kesimpulan
Hindu merupakan salah satu agama besar yang di akui secara konstitusional di Indonesia, dia adalah Agama Monotheis yakni meyakini akan adanya dzat yang maha Tinggi yaitu Tuhan yang satu dan percaya terhadap kekuatan-kekuatan para dewa yang tidak lain merupakan manifesto dari tuhan sendiri, para penganut agama Hindu memiliki cara sembahyang tersendiri namun secara principal itu hamper sama dengan agama-agama lain, mereka melakukan penyucian diri, kemudian berlanjut sembahyang, dan diakhiri dengan Doa atau harapan yang ditujukan. Cara berpakaian dalam melaksanakan peribadatannya pun memiliki ciri khas tersendiri mulai dari para tokoh agamawan, para penganut yang sembahyang sampai para penjaga keamanan ketika upacara keagaamaan berlangsung.
Mengenal agama lain merupakan sebuah keharusan untuk membuka wawasan, mengenal bukan berarti mengimani, terkadang orang salah memahami orang lain karena mereka tidak pernah tahu siapa yang mereka hadapi, maka tidaklah sedikit permasalahn yang berakibat anarkisme yang dilandasi perbedaan antar umat beragama.








[1] http://www.babadbali.com/canangsari/hkt-sesana-pamangku.htm 

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda