Muhammad Haikal Rahmatullah
RESUME
STUDI LAPANGAN DI PURA ADITYA JAYA
Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
Hinduisme
Dosen pembimbing : Syaiful Azmi, M.A
Dosen pembimbing : Syaiful Azmi, M.A
disusun oleh :
Muhammad
Haikal Rahmatullah
1110032100011
PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Pendahuluan
Tulisan ini merupakan hasil studi lapangan di Pura
Aditya Jaya, yang bertujuan untuk memperkaya wawasan serta mengenal lebih dekat
karakter agama Hindu baik dari segi fisik maupun metafisik, dengan bertambahnya
wawasan keilmuan diharapkan akan muncul kesadaran akan pentingnya toleransi antar
umat beragama, karena perbedaan bukanlah sesuatu yang harus dipertentangkan
melainkan sebuah keharmonisan
Resume Studi
Lapangan
Setelah melaksanakan studi lapangan pada tanggal 10
November 2014 di Pura Aditya Jaya yang beralamat di Jl. Daksinapati Raya no.
10, Rawamangun, Jakarta Timur banyak sekali ilmu yang dipelajari disana, selain
teori kita juga bisa mengenal lebih dalam tentang agama Hindu dengan cara
bertemu langsung para penganun agamanya, menyaksikan upacara kagaaman serta
menambah wawasan tentang bangunan-bangunan khas Hindu.
Pertama kali mengunjungi pura saya bertemu dengan
Bapak Wayang, beliau adalah Pamangku di pura itu, Pamangku merupakan istilah
yang diberikan kepada seorang rohaniawan Hindu tingkat Eka Jati yang tergolong
sebagai Pinandita[1].
Bersama beliau saya dipandu untuk mengenal agama hindu lebih dalam.
Diawali dari pintu masuk pura saya di anjur kan untuk
menggunakan seikat kain yang berwarna kuning (selendang), Selain itu juga
dipercikan air suci pemberkatan, menurutnya tahapan ini dianjurkan bagi siapa
saja yang akan memasuki tempat pura. Jika di analogikan kedalam agama Islam,
etika seperti ini mirip seperti berwudhu, dimana seseorang terlebih dahulu
harus mensucikan dulu dirinya sebelum beribadah atau sembahyang. Setelah proses
ini selesai barulah saya di ajak untuk memasuki area Pura Menurutnya semua Pura pada dasarnya memiliki 3
area yang berbeda diantaranya :
1. Mandala
Utame (utama)
Mandala
Utama diperuntukan sebagai tempat sembahyang oleh para penganut agama hindu,
baik sembahyang pribadi, upacara hari besar maupun upacara lainnya.
2. Mandala
Madye (Madya/tengah)
Mandala
Madya diperuntukan sebagai tempat mempersiapkan segala sesuatu untuk upacara,
seperti menggunakan kain (selendang) yang diikatkan di pinggang.
3. Mandala
luar
Mandala Luar merupakan area
yang diawali pintu masuk pura hingga mandala madya biasa digunakan
Ketika saya memasuki wilaha mandala utama disitu
terdapat hal yang menarik yang perlu dibahas diantaranya ada barisan keramik
yang berjajar rapih yang didepannya diselingi alasan tanah dan sebuah bangunan
yang besar yang tingginya kurang lebih 5-7 M yang biasa disebut Padmasane atau
“Padmasana”.
·
Barisan Keramik : berfungsi sebagai tempat
untuk beribadah para pemeluk agama hindu terutama dalam uapacara besar agar
terlihat lebih rapih dan mempermudah pamangku untuk memberikan air pembekatan,
dalam tradisi islam mungkin dapat diibaratkan seperti shaff shalat.
Barisan
Keramik yang tersusun rapi sebagai alas Sembahyang
·
Hamparan Tanah di depan keramik : biasanya
difungsikan sebagai tempat penyimpanan sesajian yang dibawa saat sembahyang
seperti : Bunga dan Dupa, adapun bunga yang digunakan adalah bunga yang bagus,
tidak boleh layu, boleh memetik langsung dari tangkainya asalkan jangan bunga
yang diambil dari pemakaman atau kuburan dan juga bunga yang sudah jatuh
ketanah, hal ini melambangkan penghormatan serta kebaikan untuk para dewa.
Selain daripada itu ada pula sesajian yang terdiri dari buah-buahan dan ketupat
keci.
·
Padmasana ; merupakan bangunan yang
dipercaya sebagai arah peribadatan, atau dengan kata lain kiblan sembahyang
para penganut Hindu. Adapun Padmasana yang ada di Pura Aditya Jaya di atasnya
terlihat seperti patung bayi yang tidak menggunakan pakaian, dan berwarna
keemasan. Symbol ini dipercaya sebagai kemaha sucian dan kebesaran Tuhan.
Tampak
Padmasana di belakang kami
Selain daripada itu saya berdiskusi banyak tentang
hindu bersama pamangku disana, khususnya tentang gelah pamangku itu sendiri,
jika dilihat secara horizontal pamangku bias dikatakan lebih dekat dengan ustad
atau kiyai, atau pendeta mereka yang mengabdikan dirinya untuk agama, namun
cukup berbeda dengan Hindu Pamangku harus menetap di pura dan mengatur jalannya
upacara keagamaan, terlebih untuk menjadi seorang pamangku mereka harus siah
mengikrarkan sebuah janji suci atau Sumpah kepada para dewa. Dalam hal cara
berpakaian mereka yang biasa disebut pamangku harus menggunakan baju putih dan
ikat kepala yang tertutup mirip seperti blankon namun berbeda tekstur dan
warna.
Kunjungan ini sebenarnya terbilang terlambat karena
satu hari sebelumnya baru saja diadakan upacara keagamaan, maka tidak heran
ketika saya berkunjung kesana yang terlihat hanyalah sisa sisa upacara
keagamaan Hindu kemarin, namun dengan kerendahan hati dan lapang dada pamangku
mencoba menjelaskan apa yang terjadi saat upacara berjalan. Disana kami
menemukan beberapa bangunan, aksesoris, dan symbol-simbol yang masih terpajang
tepatnya di area mandala utama berikut penjelasannya :
·
Bale Pawedan : merupakan tempat suinggih (duduk) untuk para pemimpin
upacara keagamaan, berbeda dengan Pamangku.
Bale
Pawedaan (Bangunan di Samping Kanan)
·
Bale Papelik : merupakan tempat untuk
menyimpan sesajian dari para penganut hindu yang sembahyang
·
Bale Gong : tempat untuk menyimpan dan
memainkan alat music Gong sebagai pengiring upacara keagamaan, namun biasa juga
digunakan sebagai tempat duduk untuk sembahyang oleh para pemeluk agama Hindu
apabila cuaca hujan
·
Kincir atau kolecer : dibuat
secara ganjil minimal 7 untuk mengiringi upacara keagamaan
Menurut pamangku Hindu merupakan agama monoteis yang
percaya pada satu Tuhan, dialah tuhan segalanya, sedangkan dewa merupakan
sebagai manifestasinya, banyaknya dewa bukan indikasi dari banyaknya tuhan.
Para penganutnya sendiri percaya Tuhan mereka satu dan tujuan hidup mereka
adalah kelepasan atau bersatunya diri dengan tuhan dengan kata lain disebut
dengan Moksa, hal yang perlu dilaksanakan untuk mencapai Moksa tersebut
menurutnya adalah dengan cara berprilaku baik kepada semua baik kepada manusia,
hewan, tumbuhan bahkan terhadap tuhan sendiri, karena dengan cara itulah orang
akan mencapai Moksa dan terbebas dari reinkarnasi (kelahiran kembali) yang
disebabkan oleh amalan yang buruk.
Selain menjelajahi Pura, pamangku memberi kesempatan
kepada saya untuk melihat-melihat sekeliling area pura tentu dengan penjelasan
beliau, ternyada di dekat area Pura ada Yayasan Dharma Nusantara yang menaungi
Sekolah Tinggi Agama Hindu, selain itu tampak juga Taman Kanak-kanak yang
bangunannya pun tidak luput dari gaya arsitek Hindu, adapun kantor kepengurusan
Parisada Hindu Dharma Indonesia terletak di samping kanan pintu masuk Pura.
Berikut adalah gambar hasil potretan ketika studi lapangan :
Begitulah hasil dari kunjungan tempat ibadah agama
Hindu di Pura Aditya Jaya, banyak hal yang masih perlu digali tentang agama
Hindu, mulai dari aspek sejarah, theology serta sosiologinya, semoga resume ini
dapat menjadi bahan pembuka wawasan keagamaan demi terwujudnya rasa toleransi
antar umat beragama.
Kesimpulan
Hindu merupakan salah satu agama besar yang di akui
secara konstitusional di Indonesia, dia adalah Agama Monotheis yakni meyakini
akan adanya dzat yang maha Tinggi yaitu Tuhan yang satu dan percaya terhadap
kekuatan-kekuatan para dewa yang tidak lain merupakan manifesto dari tuhan
sendiri, para penganut agama Hindu memiliki cara sembahyang tersendiri namun
secara principal itu hamper sama dengan agama-agama lain, mereka melakukan
penyucian diri, kemudian berlanjut sembahyang, dan diakhiri dengan Doa atau
harapan yang ditujukan. Cara berpakaian dalam melaksanakan peribadatannya pun
memiliki ciri khas tersendiri mulai dari para tokoh agamawan, para penganut
yang sembahyang sampai para penjaga keamanan ketika upacara keagaamaan
berlangsung.
Mengenal agama lain merupakan sebuah keharusan untuk
membuka wawasan, mengenal bukan berarti mengimani, terkadang orang salah
memahami orang lain karena mereka tidak pernah tahu siapa yang mereka hadapi,
maka tidaklah sedikit permasalahn yang berakibat anarkisme yang dilandasi
perbedaan antar umat beragama.


0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda