Pipit Fitrianti
TUGAS HINDUISME
LAPORAN KUNJUNGAN ‘PUTRA ADITYA JAYA’
DOSEN PEMBIMBING: Syaiful Azmi, MA
Disusun Oleh:
Pipit Fitrianti (1113032100030)
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
PERBANDINGAN AGAMA (3) A
1435 H /2014 M
PENDAHULUAN
Pura Aditya
Jaya (Rawamangun-Jakarta Timur)
Pada Hari/Tanggal : Senin, 3
November 2014 M , kami dari Prodi “PERBANDINGAN AGAMA” Universitas Islam Negri
Jakarta Semester 3 kelas A-B dimana pada
hari itu kami berkunjung ke suatu tempat ibadah agama hindu yaitu wihara (Pura
Aditiya Jaya) untuk memenuhi syarat mata kuliah “Hinduisme”dan penelitian
bagaimana agama hindu beribadah?, dan apasaja yang dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari umat Hindu itu tersendiri?
Pura Aditya Jaya
adalah sebuah pura Hindu yang lokasinya berada di daerah Rawamangun, Jakarta. bangunan
dengan dinding bergaya Bali di pojok jalan, lokasi Pura Aditya Jaya tepatnya
berada di Jl. Daksinapati Raya No. 10, Rawamangun, Jakarta 13220.Pura adalah istilah untuk tempat ibadah agama Hindu di Indonesia.Pura di Indonesia terutama terkonsentrasi di Bali sebagai pulau yang mempunyai mayoritas penduduk penganut agama Hindu.Kata
"Pura" sesungguhnya berasal dari akhiran bahasa Sanskerta(-pur, -puri, -pura, -puram, -pore), yang artinya adalah kota, kota
berbenteng, atau kota dengan menara atau istana. Dalam perkembangan
pemakaiannya di Pulau Bali, istilah "Pura" menjadi khusus untuk tempat ibadah; sedangkan
istilah "Puri" menjadi khusus untuk tempat tinggal para raja dan bangsawan.
Ø 3 Unsur Penting dalam Agama Hindu
1. Kitab
Suci = Weda
·
Bahasa yang dipergunakan dalam Weda disebut bahasa Sansekerta,
Nama sansekerta dipopulerkan oleh maharsi Panini, yaitu seorang penulis Tata
Bahasa Sensekerta yang berjudul Astadhyayi yang sampai kini masih menjadi buku
pedoman pokok dalam mempelajari Sansekerta.
·
Sebelum nama Sansekerta menjadi populer, maka bahasa
yang dipergunakan dalam Weda dikenal dengan nama Daiwi Wak (bahasa/sabda
Dewata). Tokoh yang merintis penggunaan tatabahasa Sansekerta ialah Rsi Panini.
Kemudian dilanjutkan oleh Rsi Patanjali dengan karyanya adalah kitab Bhasa.
Jejak Patanjali diikuti pula oleh Rsi Wararuci.
·
Weda adalah kitab suci yang mencakup berbagai aspek
kehidupan yang diperlukan oleh manusia. Berdasarkan materi, isi dan luas
lingkupnya, maka jenis buku weda itu banyak. maha Rsi Manu membagi jenis isi
Weda itu ke dalam dua kelompok besar yaitu Weda Sruti dan Weda Smerti.
2.
Tempat
suci = Pure, candi
Terdapat beberapa jenis
pura yang berfungsi khusus untuk menggelar beberapa ritual keagamaan Hindu
dharma, sesuai penanggalan Bali.
1.
Pura Kahyangan Jagad: pura yang terletak di daerah pegunungan.
Dibangun di lereng gunung, pura ini sesuai dengan kepercayaan Hindu Bali yang
memuliakan tempat yang tinggi sebagai tempat bersemayamnya para dewa dan hyang.
2.
Pura Segara: pura yang terletak di tepi laut. Pura ini
penting untuk menggelar ritual khusus seperti upacara Melasti.
3.
Pura Desa: pura yang terletak dalam kawasan desa atau
perkotaan, berfungsi sebagai pusat kegiatan keagamaan masyarakat Hindu dharma
di Bali.
3.
Orang
suci = Maha Rsi
Adapun ketujuh
keluarga Maha Resi penerima wahyu itu disebutkan :
- Grtsamada, maha Resi yang dihubungkan turunnya sloka-sloka Weda, Rg. Weda, terutama mandala II.
- Wiswamitra, beliau menerima Wahyu yang kemudian dihimpun dalam Weda. Seluruh mandala III diduga berasal dari keluarga Maha Resi Wiswamitra.
- Wamadewa, hampir semua mantra yang terdapat di mandala IV Rg Weda dikatakan diterima oleh Wamadewa.
- Atri, ada banyak dugaan yang membuktikan bahwa nama Atri dan keluarganya banyak dirangkaikan dengan turunnya wahyu-wahyu mandala V Rg Weda. Nama Atri juga dihubungkan dengan keluarga Angira.
- Bharadwaja, mandala VI Rg Weda tergolong himpunan sloka-sloka yang diturunkan melalui Maha Resi Bharadawja. Buku ini memuat 75 sukta.
- Wasista, ada seperempat dari mandala VII diturunkan melalui putranya. Tentang keluarga Wasista tidak banyak kita kenal. Didalam Mahabharata nama Wasista sama terkenalnya dengan Wiswamitra.
- Kanwa, Maha Resi Kanwa inilah yang ceriteranya hanyak disebut-sebut didalam kisah cintanya Sakuntala, sebagaimana diceriterakan sastrawan Kalidasa. Disamping nama Kanwa terdapat pula Bhagawan Kasyapa putra Maha Resi Marici. Maha Resi Kanwa sendiri berputra Praskanwa.
Hukum Karma Pala Dalam Ajaran Agama Hindu
Dalam kitab suci Bradh Aranyaka Upanisad di
katakana : Hukum diartikan sama dengan “ kebenaran “.
Hukum adalah ketentuan – ketentuan atau
peraturan – peraturan yang harus diatasi oleh sekelompok manusia, serta
memberikan hukuman /ancaman terhadap seseorang yang melanggarnya baik itu
berupa hukuman denda baik itu disebut orang dursila (penghianatan) oleh
kelompok orang – orang tertentu di dalam masyarakat.
Karma berasal dari bahasa Sansekerta dari urat
kata “Kr” yang berarti membuat atau berbuat, maka dapat disimpulkan bahwa
karmapala berarti Perbuatan atau tingkah laku.
Phala yang berarti buah atau hasil.
Maka dapat disimpulkan
Hukum Karma Phala berarti : Suatu peraturan atau hukuman dari hasil dalam suatu
perbuatan.
Salah satu dari
Panca Srada ( Enam Kepercayaan Agama Hindu) di antaranya adalah hokum karma
phala dimana hukum karma phala ini merupakan filsafat yang yang mengandung
etika yang artinya Bahwa Umat Agama Hindu percaya akan hasil dalam suatu
perbuatan. Dalam Sarasamuscaya seloka 17 disebutkan :
“Segala orang, baik golongan rendah, menengah,
atau tinggi, selama kerja menjadi kesenangan hatinya, niscaya tercapailah sgala
yang diusahakan akan memperolehnya.”
Hukum Karma Phala adalah hukum sebab – akibat,
Hukum aksi reaksi, hukum usahan dan hasil atau nasib. Hukum ini berlaku untuk
alam semesta, binatang, tumbuh – tumbuhan dan manusia. Jika hukum itu
ditunjukan kepada manusia maka di sebut dengan hukum karma dan jika kepada alam
semesta disebut hukum Rta . Hukum inilah yang mengatur kelangsungan hidup,
gerak serta perputaran alam semesta.
Ø TRIGUNA
Triguna terdiri
dari 2 kata yakni
TRI yang
artinya “TIGA” sedangkan GUNA artinya “SIFAT”
Jadi TRIGUNA
berarti tiga sifat yang mempengaruhi kehidupan manusia. Adapun TIGA sifat itu
diantaranya adalah:
1. Sattwam :Sifat sattwam yakni sifat tenang, suci,
bijaksana, cerdas dan sifat-sifat baik lainnya.
2.
Rajas :Sifat rajas yakni sifat
lincah, gesit, tergesa-gesa, bimbang, iri hati, angkuh dan bernafsu.
3.
Tamas :Sifat tamas yakni sifat
tamak,paling malas, kumal, rakus dan suka berbohong.
Dari ketiga
sifat ini akan saling berkaitan antara sifat 1,2,dan 3 yang mempengaruhi sifat
manusia dan pasti ada dan melekat dalam diri manusia, maka dari itu sebaiknya
kita sebagai umat manusia harus bisa memilah mana yang baik dan benar dalam
menentukan sifat dan sikap kita. karena 3 sifat ini akan selalu ada selama
manusia masih ada.
Sanatana Dharma
Ø PANCA SRADHA
Agama
Hindu disebut pula dengan Hindu Dharma, Vaidika Dharma ( Pengetahuan Kebenaran)
atau Sanatana Dharma ( Kebenaran Abadi ). Untuk pertama kalinya Agama Hindu
berkembang di sekitar Lembah Sungai Sindhu di India. Agama Hindu adalah agama
yang diwahyukan oleh Sang Hyang Widhi Wasa, yang diturunkan ke dunia melalui
Dewa Brahma sebagai Dewa Pencipta kepada para Maha Resi untuk diteruskan kepada
seluruh umat manusia di dunia.
Ada tiga
kerangka dasar yang membentuk ajaran agama Hindu, ketiga kerangka tersebut
sering juga disebut tiga aspek agama Hindu. Ketiga kerangka dasar itu antara
lain :
- Tattwa, yaitu pengetahuan tentang filsafat agama
- Susila, yaitu pengetahuan tentang sopan santun, tata krama
- Upacara, yaitu pengetahuan tentang yajna, upacara agama
Di dalam
ajaran Tattwa di dalamnya diajarkan tentang “ Sradha “ atau kepercayaan. Sradha
dalam agama Hindu jumlahnya ada lima yang disebut “ Panca Sradha “.
Adapun
bagian- bagian Panca Sradha terdiri dari :
- Brahman, artinya percaya akan adanya Sang Hyang Widhi
- Atman, artinya percaya akan adanya Sang Hyang Atman
- Karma, artinya percaya akan adanya hukum karma phala
- Samsara, artinya percaya akan adanya kelahiran kembali
- Moksa, artinya percaya akan adanya kebahagiaan rokhani.
Untuk
menciptakan kehidupan yang damai seseorang wajib memiliki sradha yang mantap.
Seseorang yang sradhanya tidak mantap hidupnya menjadi ragu, canggung, dan
tidak tenang.
Cobalah
perhatikan kegelisahan dan ketakutan seorang anak di arena sirkus. Anak kecil
menjerit ketakutan ketika disuruh bersalaman dengan seekor harimau, walaupun di
dampingi oleh seorang Pawang. Mengapa ketakutan itu bisa terjadi ?
Tidak
lain karena anak kecil itu belum mempunyai kepercayaan penuh bahwa harimau itu
akan jinak dan telah terlatih oleh pawangnya. Jadi kesimpulannya kepercayaan
yang mantap dapat menciptakan ketenangan.

0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda