mursanah
LAPORAN KUNJUNGAN
Diajukan Sebagai Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Hinduisme
Dosen Pembimbing :
Syaiful Azmi, M.A.
Disusun Oleh :
Mursanah 1113032100037
Jurusan perbandingan agama
Fakultas ushuluddin
Uin syarifhidayatullah jakarta
- Nyepi & Waisak
Upacara keagamaan Hari Raya
‘Nyepi’ belum lama ini berlangsung pada 31 Maret 2014 (Saka 1936). Munyusul
upacara Hari Raya ‘Waisak, tanggal 15 Mei 2014. Seperti biasa, Umat Hindu
datang berbondong-bondong ke ‘Pura Aditya Jaya’ melaksanakan ibadah Nyepi
bersama seluruh anggota keluarga. Ada pula sejumlah rombongan besar datang
menumpang Bus sewaan. Utamanya melaksanakan ibadah selain bertemu dengan handai
taulan, dan warga Bali lainnya yang tinggal di Jakarta.
Menurut I Gusti Kompiang Suwanda, melaksanakan upacara ritual ‘Nyepi’ boleh saja dilakukan dirumah masing-masing. Tetapi umumnya umat Hindu di Jakarta lebih senang memilih tempat upacara keagamaan di ‘Pura Aditya Jaya’ yang dirasakan lebih tenang dan damai. Suasananya seperti berada dikampung halaman (Bali).
Pada upacara keagamaan dihari raya Nyepi, mereka tenggelam dalam nuansa keprihatinan, berdoa membasuh dosa, dsbnya. Disepanjang siang dan malam, tidak dibenarkan menikmati kesukacitaan atau menikmati cahaya terang yang ditimbulkan oleh cahaya matahari atau benderang (listrik) Juga disiang hari selagi ‘Nyepi’ harus tetap berasa didalam rumah yang tertutup. Tidak menyalakan alat penerangan apapun seperti listrik, lilin, lampu teplok. dsb-nya.
2. Sumber Keheningan
Menurut I Gusti Kompiang Suwanda, melaksanakan upacara ritual ‘Nyepi’ boleh saja dilakukan dirumah masing-masing. Tetapi umumnya umat Hindu di Jakarta lebih senang memilih tempat upacara keagamaan di ‘Pura Aditya Jaya’ yang dirasakan lebih tenang dan damai. Suasananya seperti berada dikampung halaman (Bali).
Pada upacara keagamaan dihari raya Nyepi, mereka tenggelam dalam nuansa keprihatinan, berdoa membasuh dosa, dsbnya. Disepanjang siang dan malam, tidak dibenarkan menikmati kesukacitaan atau menikmati cahaya terang yang ditimbulkan oleh cahaya matahari atau benderang (listrik) Juga disiang hari selagi ‘Nyepi’ harus tetap berasa didalam rumah yang tertutup. Tidak menyalakan alat penerangan apapun seperti listrik, lilin, lampu teplok. dsb-nya.
2. Sumber Keheningan
Dalam filosofi Tri Hita Karana, dikaitkan hubungan harmonis antara
manusia dan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhan. Itu yang
menyebabkan kebahagiaan, ungkap Prof. Arysio Santos, yang dilansir salah satu
media cetak terbitan Jakarta, belum lama berselang. Dikatakan jauh didalam
batinnya mengalir keheningan yang melumuri kasih sayang kejujuran dan
persaudaraan. Itulah sebabnya setiap saat kita perlu berhenti sejenak, merenungi
suara batin kita masing-masing, lalu meneguk air kesadaran dari sumber
keheningan.
Hal seperti itu tak jauh beda dengan keyakinan umat Islam misalnya. Kekhusyukan dan keheningan menjadi mata rantai penghubung antara manusia dan manuisia, juga manusia dengan Allah. Disuasana sunyi saat hamba Allah menjalani ibadah Sholat Tahajud dimalam hari, menyembah Allah. Hal ini dapat dilakukan tiap saat tiap malam hari yang dilakukan pada tengah malam yang sunyi, damai dan tenteram. Tak lain memohon ridho Allah memberikan pengampunan, keselamatan hambanya. Di samping melakukan ‘zikir’ (ingat) selalu kepada Yang Maha Kuasa agar ketenteraman dan kedamaian senantiasa berlabuh dihati manusia.
Menarik memang. Umat Hindu berkumpul di Pura Aditya yang disebut ‘Madya Mandala’ atau Jaba Tengah. Disitulah umat Hindu berada tak luput dari suasana yang beda dengan hari-hari biasa. Semua berada dalam suasana hening, damai dan tenang, senyap dan sakral. Dalam suasana seperti itulah saat yang baik dan tepat untuk mencuci/membersihkan dosa atau membuang jauh kebiasaan bertindak buruk, kesombongan, dan kejahatan. Tepatnya, mengembalikan diri kita menjadi orang yang tanpa dosa, seperti diawal pertama manusia itu dilahirkan didunia fana.
3. Ruang suci nan sejuk tanpa alat pendingin
Hal seperti itu tak jauh beda dengan keyakinan umat Islam misalnya. Kekhusyukan dan keheningan menjadi mata rantai penghubung antara manusia dan manuisia, juga manusia dengan Allah. Disuasana sunyi saat hamba Allah menjalani ibadah Sholat Tahajud dimalam hari, menyembah Allah. Hal ini dapat dilakukan tiap saat tiap malam hari yang dilakukan pada tengah malam yang sunyi, damai dan tenteram. Tak lain memohon ridho Allah memberikan pengampunan, keselamatan hambanya. Di samping melakukan ‘zikir’ (ingat) selalu kepada Yang Maha Kuasa agar ketenteraman dan kedamaian senantiasa berlabuh dihati manusia.
Menarik memang. Umat Hindu berkumpul di Pura Aditya yang disebut ‘Madya Mandala’ atau Jaba Tengah. Disitulah umat Hindu berada tak luput dari suasana yang beda dengan hari-hari biasa. Semua berada dalam suasana hening, damai dan tenang, senyap dan sakral. Dalam suasana seperti itulah saat yang baik dan tepat untuk mencuci/membersihkan dosa atau membuang jauh kebiasaan bertindak buruk, kesombongan, dan kejahatan. Tepatnya, mengembalikan diri kita menjadi orang yang tanpa dosa, seperti diawal pertama manusia itu dilahirkan didunia fana.
3. Ruang suci nan sejuk tanpa alat pendingin
Ruang suci ‘Pura Aditya’ merupakan ruang utama untuk bersembahyang dan
bersemedi. Siapapun yang masuk keruang suci wajib memakai selendang kain
panjang warna kuning. Dililitkan dibagian perut. Ruang suci digunakan juga
untuk berbagai upacara ritual keagamaan.
Sedangkan wilayah luar ‘Pura’ disebut Nista Mandala atau Jaba Sisi. Diluar ‘Pura’ terdapat Rumah Tunggu atau Bangsal. Sebagai ruang tunggu bagi umat Hindu yang harus bersabar menunggu giliran masuk ke Pura Aditya untuk melaksanakan ibadah.
Diluar Pura juga terdapat. sederet kantin. Menjajakan makanan dan minuman guna memanjakan selera pengunjung. Juga hidangan berupa makanan khas Bali, sebagai upaya merawat kearifan tradisi warisan dari nenek moyang, Selain jenis makanan lainnya yang bisa disantap oleh umum. Masih di Jaba Sisi (luar Pura Utama), terdapat Toko Buku, menyediakan buku-buku tentang ajaran agama Hindu, terdapat pula Bale Gede dan dapur.
5. Taman sepanjang jalan.
Sedangkan wilayah luar ‘Pura’ disebut Nista Mandala atau Jaba Sisi. Diluar ‘Pura’ terdapat Rumah Tunggu atau Bangsal. Sebagai ruang tunggu bagi umat Hindu yang harus bersabar menunggu giliran masuk ke Pura Aditya untuk melaksanakan ibadah.
Diluar Pura juga terdapat. sederet kantin. Menjajakan makanan dan minuman guna memanjakan selera pengunjung. Juga hidangan berupa makanan khas Bali, sebagai upaya merawat kearifan tradisi warisan dari nenek moyang, Selain jenis makanan lainnya yang bisa disantap oleh umum. Masih di Jaba Sisi (luar Pura Utama), terdapat Toko Buku, menyediakan buku-buku tentang ajaran agama Hindu, terdapat pula Bale Gede dan dapur.
5. Taman sepanjang jalan.
Sekitar ‘Pura’ ditumbuhi berbagai
tanaman pelindung terik matahari. Disitu tumbuh sebatang pohon ‘Beringin’
besar. Juga taman hijau. Bukan mustahil ‘beringin’ punya jenggot panjang,
menjulur kebawah hampir menyentuh tanah. Rimbun daunnya mengayomi bagian bawah
hingga cuaca panas tak sempat menyebarkan hawa panas. Menjadikan disekitarnya
terasa sejuk.
Bagian batang beringin paling bawah, tampak dihias kain poleng hitam putih. Di lilitkan dibatang bagian bawah. Diseputarnya ada berbagai ragam tanaman hias berbunga warna-warni yang melebar disepanjang kanan-kiri jalan menuju pintu masuk Gerbang Pura Aditya.
Semua itu memungkinkan bagian dalam maupun diluar Pura menjadi sejuk dan nyaman. Kendati pun jarum lonceng menunjukan waktu disiang bolong, tetapi diseputar itu terasa sejuk menyegarkan. Pepohonan berdaun rindang tertiup angin basah merubah hawa panas Jakarta yang menyengat menjadi sejuk. Makin sore menjadikan hawa disekitar bertambah nyaman. Itulah kemurahan Tuhan Sang Pencipta alam semesta menjadi sahabat manusia.
Siraman udara sejuk tak hanya dinikmati diluar Pura, tetapi juga dibagian dalam Pura hanya beratap langit atau ‘open air’ (terbuka) membawa keberuntungan bagi siapa saja yang sedang berada dibagian dalam Pura yang juga terasa sejuk dan nyaman.
6. Pagar Pura
Bagian batang beringin paling bawah, tampak dihias kain poleng hitam putih. Di lilitkan dibatang bagian bawah. Diseputarnya ada berbagai ragam tanaman hias berbunga warna-warni yang melebar disepanjang kanan-kiri jalan menuju pintu masuk Gerbang Pura Aditya.
Semua itu memungkinkan bagian dalam maupun diluar Pura menjadi sejuk dan nyaman. Kendati pun jarum lonceng menunjukan waktu disiang bolong, tetapi diseputar itu terasa sejuk menyegarkan. Pepohonan berdaun rindang tertiup angin basah merubah hawa panas Jakarta yang menyengat menjadi sejuk. Makin sore menjadikan hawa disekitar bertambah nyaman. Itulah kemurahan Tuhan Sang Pencipta alam semesta menjadi sahabat manusia.
Siraman udara sejuk tak hanya dinikmati diluar Pura, tetapi juga dibagian dalam Pura hanya beratap langit atau ‘open air’ (terbuka) membawa keberuntungan bagi siapa saja yang sedang berada dibagian dalam Pura yang juga terasa sejuk dan nyaman.
6. Pagar Pura
Meskipun ruang utama Pura yang disucikan hanya dipagari dinding pengaman
berupa dinding yang ukuranya tidak begitu tinggi. Namun memunculkan keelokan
yang serba alami. Betapa keanggunan bangunan beberapa Candi yang ada didalam
Pura begitu sangat menarik, indah enak dipandang mata. Itulah pangkal kelebihan
arsitektur tradisi lokal/kuno yang bikin mulut orang berdecak.
Begitu pula pagar dinding yang melingkari ‘Pura’ tidak terlalu tinggi. Tetapi tetap berfungsi agar pengunjung tidak bisa sembarang masuk dari arah manapun. Kecuali harus melewati pintu khusus yang disebut gerbang ‘Pura’ yang dibangun sedemikian indah dan berwibawa. Gerbang Pura tak begitu lebar tetapi fashad atau bentuk bangunan gerbang itu jangkung berciri khas ornamen ukiran Bali nan elok.
Begitu pula pagar dinding yang melingkari ‘Pura’ tidak terlalu tinggi. Tetapi tetap berfungsi agar pengunjung tidak bisa sembarang masuk dari arah manapun. Kecuali harus melewati pintu khusus yang disebut gerbang ‘Pura’ yang dibangun sedemikian indah dan berwibawa. Gerbang Pura tak begitu lebar tetapi fashad atau bentuk bangunan gerbang itu jangkung berciri khas ornamen ukiran Bali nan elok.
7. Beringin & Kain Poleng
Pohon beringin besar yang tumbuh tak jauh dari Pura. menambah kenyamanan
sekaligus mencuatkan dimensi kesakralan disekitar. Bahkan beringin berjenggot
panjang menjulur dan menyentuh tanah. Di dibagian bawah batang beringin itu
terbalut ‘kain poleng warna hitam-putih’, Terkesan seperti orang yang
mengenakan kain sarung. Dan lagi-lagi memunculkan keindahan dan kesakrakalan
alam sekitar. “Dibalik balutan atau selubung kain poleng yang melilit batang
bagian bawah pohon besar maupun kecil menurut I Gusti Kompiang Suwanda,
pengurus ‘Pura Aditya Jaya’, merupakan simbol toleransi manusia terhadap seisi
alam semesta ciptaan Tuhan.
‘Maka sejatinyalah umat manusia wajib memelihara seisi alam, kendati pun pepohonan itu tidak bisa bergerak, tidak bisa bersuara atau tidak dapat berbicara seperti manusia, Tetapi sejatinya benda ciptaan Tuhan’ itu hidup, ujar I Gusti Kompyang Suwanda. Bahwa manusia sewajarnya bersahabat, toleran/menaruh perhatian kepada alam dan seisinya.
“Sedangkan makna ‘kain poleng’ yang menyelubungi batang pepohonan merupakan symbol bahwa manusia wajib memelihara dan bersabahat dengan alam semesta ciptaan Tuhan”, jelas I Gusti Kompyang Suwanda, kepada team kreatif Pusat Kesenian Jakarta - Taman Ismail Marzuki.
7. Gerbang Pura
‘Maka sejatinyalah umat manusia wajib memelihara seisi alam, kendati pun pepohonan itu tidak bisa bergerak, tidak bisa bersuara atau tidak dapat berbicara seperti manusia, Tetapi sejatinya benda ciptaan Tuhan’ itu hidup, ujar I Gusti Kompyang Suwanda. Bahwa manusia sewajarnya bersahabat, toleran/menaruh perhatian kepada alam dan seisinya.
“Sedangkan makna ‘kain poleng’ yang menyelubungi batang pepohonan merupakan symbol bahwa manusia wajib memelihara dan bersabahat dengan alam semesta ciptaan Tuhan”, jelas I Gusti Kompyang Suwanda, kepada team kreatif Pusat Kesenian Jakarta - Taman Ismail Marzuki.
7. Gerbang Pura
Gerbang atau Gapura Pura Aditya Jaya yang menghubungkan wilayah tengah
dan wilayah utama dinamai Kori Agung, memiliki satu pintu utama dan dua pintu
tambahan, masing-masing disebelah kiri dan kanan.
Wilayah tengah Pura Aditya Jaya, yang disebut Madya Mandala atau Jaba Tengah, terdapat bangunan bernama Balai Wantilan digunakan untuk mempersiapkan upacara atau perlengkapan yang diperlukan dalam melaksanakan upacara ritual, atau Pujawali. Bangsal Wantilan Pura Aditya Jaya juga dipergunakan sebagai panggung pementasan tari-tarian sakral.
Wilayah tengah Pura Aditya Jaya, yang disebut Madya Mandala atau Jaba Tengah, terdapat bangunan bernama Balai Wantilan digunakan untuk mempersiapkan upacara atau perlengkapan yang diperlukan dalam melaksanakan upacara ritual, atau Pujawali. Bangsal Wantilan Pura Aditya Jaya juga dipergunakan sebagai panggung pementasan tari-tarian sakral.







0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda