Selasa, 02 Desember 2014

habib al rahman

LAPORAN KUNJUNGAN
PURA ADITYA JAYA
Diajukan Sebagai Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hinduisme







Dosen Pembimbing :
Syaiful Azmi, M.A.

Disusun Oleh :
Habib Al Rahman 1113032100011




Semester III
Jurusan perbandingan agama (A)
Fakultas ushuluddin
Uin syarifhidayatullah jakarta
2014
   Pada tanggal 3 bulan november tahun 2014 jurusan perbandingan agama uin syarif hidayatullah jakarta semester tiga  mengadakan acara kunjungan ke pura aditya jaya yang berada di daerah rawamangun dalam hal kegiatan yaitu untuk mengenal dan mempelajarai agama hindu lebih dalam dan mengetahui tempat-tempat suci dalam agama hindu secara lebih real. Adapun beberapa penjelasan mengenai pura aditya jaya, dimulai dari sejarah pembangunan pura aditya jaya dan pengenalan mengenai tempat-tempat yang berada di pura, juga membahas mengenai materi ukum karma phala dalam Agama Hindu.
1. Sejarah Pembangunan Pure Aditya Jaya
      Sejarah didirikanya Pura Aditya Jaya Rawamangun, tidak lepas dari sejarah perjuangan umat Hindu di DKI Jakarta oleh ‘Suka Duka Hindu Bali (SDHB)’. Kemudian ganti nama menjadi ‘Suka Duka Hindu Dharma (SDHD)’ atas saran IB Mastra, Dirjen Bimas Hindu dan Budha. Menyusul cita-cita pendirian Pura yang dipertajam dengan mendirikan Yayasan ‘Pitha Maha’ dibawah pimpinan Ida Bagus Manuaba, anggota Dewan Konstituante, I Gusti Subania, Menteri Koordinator, I Nyoman Wiratha, anggota DPRD DKI Jakarta.

    Presiden pertama RI, Ir Soekarno, yang akrab disebut Bung Karno, menyambut baik gagasan membangun Pura, bagi umat Hindu di Jakarta. Oleh karenanya Bung Karno, pada 1960-an menawarkan tanah di Lapangan Banteng kepada umat Hindu untuk beribadah. Tetapi entah apa pasalnya, rencana pembangunan Pura Hindu di lapangan Banteng batal. Berlanjut tahun 1962-an kembali ditawarkan lokasi baru di Ancol. Namun umat Hindu keberatan, sebab lokasi tersebut pada masa itu berlumpur, berbau anyir. Berbeda dengan keadaan Ancol masa kini dengan Ancol masa lalu. Terutama setelah Ancol disulap oleh pemilik modal dijadikan lahan komersil taman hiburan.

    Buah kemenangan saat umat Hindu Jakarta berharap cemas menunggu batas waktu kapan secepatnya memperoleh lokasi yang tepat untuk membangun ‘Pura’ di Jakarta. Tanpa diketahui lebih dulu, Ir Sutami, Menteri Pekerjaan Umum, dijaman pemerintahan Bung Karno, menawarkan lokasi baru yang memungkinkan untuk membangun ‘Pura’. Pak Menteri dipandang sebagai sosok pejabat negara yang waktu itu dikenal sebagai orang dekat Bung Karno. Lokasi tersebut berada diwilayah Jakarta Timur. Tepatnya dijalan Rawamangun Muka No. 10, tak jauh dari lapangan Golf Rawamangun, Jakarta Timur.

    Dibarengi ucapan rasa syukur kepada Tuhan, Yayasan ‘Pitha Maha’ dan seluruh umat Hindu di Jakarta. Lokasi tersebut sangat tepat untuk pembangunan ‘Pura’ yang kini bediri megah. Indah dan menyenangkan. Dinamai ‘Pura Aditya Jaya’ Penggunaan lokasi tersebut dikuatkan oleh Ir. Sutami, yang menerbitkan surat No. 36/KPTS/1976 yang memberi izin untuk menggunakan tanah yang dikuasai Dept. PU cq Ditjen Bina Marga (yaitu tempat Pura Aditya Jaya sekarang, sebagai tempat persembahyangan bagi umat Hindu di Jakarta dan sekitarnya. Pemberian izin oleh Menteri PU didukung oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, yang bijaksana dan berwawasan luas didalam membangun kota Jakarta menjadi Kota Metropolitan.

   Pura Aditya Jaya dibangun dalam tujuh tahapan. Pertama dimulai tahun 1972 dan tahap akhir dilakukan tahun 1997. Areal Pura Aditya boleh dibilang cukup luas. Disitu terdapat sejumlah bangunan dan ornament bergaya khas Bali. Suasana Pura juga mirip taman hijau yang terlindung dari sengatan panas matahari karena lebatnya pepohonan rindang disekeliling areal. Masyarakat pemeluk agama Hindu bersyukur kepada Tuhan, kepada Bung Karno dan beberapa pejabat teras lainnya karena harapan dibangunnya Pura di Jakarta terpenuhi. Terlebih Pura besar itu berada di Jakarta atau Ibukota Negara Indonesia. Pura Aditya Jaya tak hanya digunakan untuk melakukan ritual keagama umat Hindu. Melainkan juga masyarakat umum yang ingin menikmati keheningan dan kedamaian hati didalam sebuah candi ditengah hangar bingarnya kehidupan keras di Kota Metropolitan Jakarta yang dulu pernah dijuluki ‘Kampung terbesar didunia’.

2. Pengenalan Tempat-Tempat Di Pura Aditya Jaya
    Pura Aditya Jaya adalah sebuah pura Hindu yang lokasinya berada di daerah Rawamangun, Jakarta. Rasa ingin tahu kadang membunuh, namun ia juga menumbuhkan dan membawa pencerahan. Adalah rasa ingin tahu yang mengganggu pikir setiap kali melewati By Pass, saat melihat sebuah bangunan dengan dinding bergaya Bali di pojok jalan.




Akses ke Pura Aditya Jaya adalah melalui Jl. Daksinapati Raya, Rawamangun muka (Golf). Lokasi Pura Aditya Jaya tepatnya berada di Jl. Daksinapati Raya No. 10, Rawamangun, Jakarta 13220. Gambar di atas adalah pintu gapura untuk memasuki bagian dalam Pura Aditya Jaya, dilihat dari tempat parkir yang arealnya mampu menampung cukup banyak kendaraan roda empat. Areal parkir ini terhubung dengan Jl. By Pass melalui sebuah pintu gerbang lagi. Kedua pintu gerbang ini hampir selalu tertutup, kecuali barangkali ketika ada upacara keagamaan yang besar. Gapura yang memisahkan wilayah bagian luar dan wilayah bagian tengah Pura, yang terlihat pada gambar di atas, disebut Candi Bentar. Terdapat dua Candi Bentar di Pura Aditya Jaya ini, dimana yang satunya lagi berada di pintu masuk sebelah timur.


Pemandangan Pura Aditya Jaya ketika terlihat memasuki wilayah Candi dari arah Timur, atau dari Jl. Daksinapati Raya


Wilayah bagian luar Pura Aditya Jaya yang disebut sabagai Nista Mandala atau Jaba Sisi, dimana terdapat Rumah Tunggu, toko buku yang menjual buku-buku tentang ajaran agama Hindu, kantin yang cukup menyenangkan, Bale Gede dan dapur. Sebuah pohon beringin besar yang rindang memberi perlindungan yang nyaman bagi para pengunjung Pura Aditya Jaya.
 
Gerbang masuk Pura Aditya Jaya yang menghubungkan wilayah tengah dan wilayah utama Pura. Gapura itu, yang dinamai Kori Agung, memiliki satu pintu utama di tengah dan dua pintu tambahan, masing-masing di sebelah kiri dan kanan. Wilayah tengah Pura Aditya Jaya, yang disebut Madya Mandala atau Jaba Tengah, berisikan bangunan bernama dan Balai Wantilan, yang dipergunakan untuk mempersiapkan upakara, atau perlengkapan yang diperlukan dalam melaksanakan upacara ritual, atauPujawali. Bangsal Wantilan Pura Aditya Jaya juga dipergunakan sebagai panggung tempat dipentaskannya tarian-tarian sakral.
Candi terbesar yang berada di dalam wilayah utama Pura Aditya Jaya yang juga disebut Utama Mandala.
Seorang ibu muda dan anaknya terlihat tengah khusuk berdoa di area terbuka di dalam wilayah Utama Mandala Pura Aditya Jaya
Salah satu Arca Dewa yang ada di dalamPura Aditya Jaya, berada jauh di dalam wilayah utama, persis di belakang candi yang lebih kecil yang terletak di sayap sebelah kanan.
Pura Aditya Jaya dibangun dalam tujuh tahapan, dimana tahap pertama dimulai pada tahun 1972, dan tahap terakhir dilakukan pada tahun 1997. Wilayah Pura Aditya Jaya ini cukup luas, diisi dengan bangunan-bangunan dan ornamen bergaya khas Bali, dan terlindung dari panasnya kota Jakarta oleh pohon-pohon besar yang rindang di sekeliling kompleks.
Tentu saja sangat menggembirakan bahwa masyarakat yang beragama Hindu memiliki Pura besar di Jakarta ini, tidak saja bisa mereka pergunakan untuk melakukan ritual keagamaan, namun baik juga untuk masyarakat umum yang ingin menikmati keheningan dan kedamaian hati di dalam sebuah candi di tengah hingar bingarnya lalu lintas dan kehidupan yang keras di kota metropolitan ini.
3.   Hukum Karma Pala Dalam Ajaran Agama Hindu
Dalam kitab suci Bradh Aranyaka Upanisad di katakana : Hukum diartikan sama dengan “ kebenaran “.
Hukum adalah ketentuan – ketentuan atau peraturan – peraturan yang harus diatasi oleh sekelompok manusia, serta memberikan hukuman /ancaman terhadap seseorang yang melanggarnya baik itu berupa hukuman denda baik itu disebut orang dursila (penghianatan) oleh kelompok orang – orang tertentu di dalam masyarakat.
Karma berasal dari bahasa Sansekerta dari urat kata “Kr” yang berarti membuat atau berbuat, maka dapat disimpulkan bahwa karmapala berarti Perbuatan atau tingkah laku.
Phala yang berarti buah atau hasil.
Maka dapat disimpulkan Hukum Karma Phala berarti : Suatu peraturan atau hukuman dari hasil dalam suatu perbuatan.
Salah satu dari Panca Srada ( Enam Kepercayaan Agama Hindu) di antaranya adalah hokum karma phala dimana hukum karma phala ini merupakan filsafat yang yang mengandung etika yang artinya Bahwa Umat Agama Hindu percaya akan hasil dalam suatu perbuatan. Dalam Sarasamuscaya seloka 17 disebutkan :
“Segala orang, baik golongan rendah, menengah, atau tinggi, selama kerja menjadi kesenangan hatinya, niscaya tercapailah sgala yang diusahakan akan memperolehnya.”
Hukum Karma Phala adalah hukum sebab – akibat, Hukum aksi reaksi, hukum usahan dan hasil atau nasib. Hukum ini berlaku untuk alam semesta, binatang, tumbuh – tumbuhan dan manusia. Jika hukum itu ditunjukan kepada manusia maka di sebut dengan hukum karma dan jika kepada alam semesta disebut hukum Rta . Hukum inilah yang mengatur kelangsungan hidup, gerak serta perputaran alam semesta.
Dalam Kekawin Ramayana Sargah 1 bait nomor 4 :
“Nafsu dan lain sebagainya (Sad Ripu) adalah musuh yang terdekat, di dalam hati letaknya tidak jauh dari badan, Hal itu tidak ada pada Bliau, hanya keberanian dan kebijaksanaan serta pengetahuan politik yang beliau miliki”.
“Apa yang kamu tanam maka itulah yang akan kamu tuai”, Sesungguhnya tafsiran tersebut tidak sepenuhnya betul. Didalam Agama Hindu perhitungan karma itu tidak di dasarkan pada pisik, karena semua yang bersifat pisik merupakan bersifat Maya. Misalkan Orang sedih dia menangis, orang tertawa juga menangis, mengeluarkan air mata yang sama dari mata yang sama, tetapi perasaan yang terkandung di dalam hatinya berbeda. Hukum Karma mengatakan bahwa semua pikiran, perkataan, dan perkataan yang tidak baik melahirkan penderitaan.
# Ada tiga jenis karma yaitu :
  • Prarabda karma yaitu perbuatan yang dilakukan pada waktu hidup sekarang dan diterima dalam hidup sekarang juga.
  • Kriyamana karma yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang di dunia ini tetapi hasilnya akan diterima setelah mati di alam baka.
  • Sancita karma yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang hasilnya akan di peroleh pada kelahiran yang akan dating.
# Sifat – Sifat Hukum Karama :
  • Hukum karma itu bersifat abadi : Maksudnya sudah ada sejak mulai penciptaan alam semesta ini dan tetap berlaku sampai alam semesta ini mengalami pralaya (kiamat).
  • Hukum karma bersifat universal : Artinya berlaku bukan untuk manusia tetapi juga untuk mahluk – mahluk seisi alam semesta.
  • Hukum karma berlaku sejak jaman pertama penciptaan, jaman sekarang, jaman yang akan dating.
  • Hukum karma itu sangat sempurna, adil, tidak, ada yang dapat menghindarinya.
  • Hukum karma tidak ada pengecualuan terhadap suapapun, bahkan bagi Sri Rama yang sebagai titisan Wisnu tidak mau merubah adanya keberadaan hokum karma itu.
















































0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda